Wednesday, August 29, 2018

Gosipin album "GOSSIP" nya Sleeping With Sirens


Hari ini aselinya aku lagi sebel banget sama seseorang, pingin meluapkannya di blog tapi nanti malah jadi nge-gossip.
Ah, ngomong-ngomong soal Gossip, belum lama ini Sleeping With Sirens baru aja rilis album berjudul “GOSSIP”, yang cover albumnya pakai gambar bibir cewek. Lah emang cuma cewek aja yang doyan nge-gossip? Cowok juga ada yang suka gossip, tapi cowok yang suka nge-gossip biasanya dapet titel “Cowok bermulut cewek”. Kasian cewek, selalu diidentikkan dengan hal-hal yang gak baik.



Oke ya. Beberapa bulan lalu, sejak informasi perilisan album baru SWS mulai terdengar, semua fans SWS pasti udah penasaran parah sama albumnya. Kira-kira bakalan sekeren album-album sebelumnya enggak nih?
Begitu udah rilis, terus didengerin satu per satu, rasanya kok gini ya?
Gini gimana?
Ya gini.
Kayak bukan dengerin Sleeping With Sirens, kayak dengerin ‘Sleeping’nya doang, karena lagu-lagunya letoy bikin ngantuk.

Banyak lagu yang hampir sama, bikin males nge-review satu per satu. Lagian review aku suka ngasal juga.
Album ini aku ngerasa lebih nge-pop gitu, kurang ‘SWS banget’. Tau sendiri kan SWS lagu-lagunya kayak apa? Seru-seru, asik buat jingkrakan, dan gak flat, belum lagi teknik vokal Kellin si Siren jantan yang bikin siren beneran jadi minder. Sayangnya di album ini kekuatan vokal Kellin gak terlalu menonjol.
Cuma beberapa lagu aja sih yang aku lumayan suka, kayak Legends, Hole in My Heart, The Chase, yang lainnya hampir mirip sama yang aku sebutin, tapi lebih flat kayak papan nama di kelurahan, flat!
Lagu selownya paling aku suka I Need to Know, sama War doang. “I Need to Know” kayak ada manis-manisnya gitu, masih berasa lah sisi romantisnya SWS.
Eh tapi liriknya bukan yang romantis sih aselinya, kayak galaw gitu, cuman kayaknya  ini satu-satunya lagu bertema asmaraan di album Gossip.
Sayang banget, kurang sesuai ekspektasi. Tapi it’s ok lah, mungkin Kellin dan pasukannya lagi pingin nyoba sesuatu yang lain. Cuman kalau hasilnya kayak gini… udahan ya nyoba-nyobanya, buruan balik lagi ke SWS yang dulu.
Long live SWS!!

Oke deh. Makasih yang udah mampir. Aku mau tidur dulu sama siren. Bye~

Ngomongin band : SLEEPING WITH SIRENS


Tengah malem gak bisa tidur, abisan tidurnya sendirian. Pinginnya ‘tidur sama para Siren’, atau bahasa Inggrisnya : “Sleeping With Sirens”. Anyway, keenalin gaes, band rock asal Florida, namanya Sleeping With Siren.
Mungkin emang basi posting profil band yang udah lumayan lama dan udah banyak yang tau, tapi gak apa deh, siapa tau ada yang belum tau, dan tau-tau searching di internet terus jadi tau. Oke deh. Haha…



Sleeping With Sirens mulai aktif sejak tahun 2009, band asal Florida, Amerika ini alirannya post-hardcore, pop-rock, pop-punk, alternative rock. Hal unik yang bikin aku langsung kepincut sama band ini adalah suara khas vokalisnya, Kellin Quinn. Kellin memang dianugerahi suara tenor leggiero, jenis suara tinggi buat cowo dewasa. Dulu waktu pertama kali denger suaranya, aku kira vokalisnya tuh cewe, ternyata Siren Jantan anjirrr~ tinggi bet suaranya, tower BTS aja kalah tinggi.

Saat ini, SWS beranggotakan lima member : Kellin Quinn (vokal, keyboard), Nick Martin (gitar), Jack Flower (lead gitar), Justin Hills (bass), dan Gabe Barham (drum). Sejauh ini SWS udah ngeluarin lima studio album : With Ears to See and Eyes to Hear (2010), Let’s Cheers to This (2011), Feel (2013), Madness (2015), dan yang baru rilis tahun 2017 kemarin, album berjudul Gossip yang gosipnya sih agak kurang ‘nendang’ dibanding album-album sebelumnya *itu bukan gosip tapi fakta* XD

Rasanya gak lengkap kalau ngasih profil band atau musisi tanpa rekomen lagu. Haha… ya namanya juga selera, tiap orang punya selera yang berbeda, dan ini lagu-lagu Sleeping With Sirens yang menurutku paling enak buat dinikmatin :

IF I’M JAMES DEAN, YOU’RE AUDREY HEPBURN
Lagu favorit aku banget nih! Badas, emosional, menghanyutkan, dan aku cukup gemes dengerin lengkingan-lengkingan gitarnya. Lirik lagunya romance banget, kayaknya sih menceritakan tentang semacam cinta sampe mati gitu deh *paan sih*
James Dean dan Audrey Hepburn adalah dua pelaku seni populer di jaman dulu. Berdasarkan hasil peng-kepo-an, James dan Audrey gak ada hubungan spesial di dunia nyata, mereka cuma dua pemain film yang namanya sama-sama melejit waktu itu. Entah kenapa Kellin memilih dua nama orang yang gak ada hubungannya. Mungkin… emang lagi pengen aja sih. Suka-suka Kellin lah mau ngapain, yang penting lagunya keren.
Video klipnya juga keren, karena Kellin emang udah keren dari lahir *gak gitu* videonya rada horror, si cowonya ceritanya kayak lagi menyelamatkan si cewe dari sanderaan para zombie gitu. Zombie cewe.
Sukaaaaaa banget sama part-part terakhirnya.

WITH EARS TO SEE AND EYES TO HEAR
Dari judulnya udah aneh ya, bisa kebalik gitu. iyak, lagu ini bercerita tentang seorang teman yang berkhianat. Gitu kali ya?  Badas-badasnya hampir mirip lagu yang pertama aku bahas tadi. Pokoknya lagu-lagu yang penuh emosi dan agak ‘galak’ gini yang aku suka dari SWS.
Sama kayak lagu If I’m James tadi, lagu ini juga ada scream-screamnya, dan aku suka banget setiap part scream di lagu ini. Pokoknya epic!!!
BTW, saking sukanya sama lagu ini, bagian lirik “I scream, but nothing will come out” di lagu ini sampai aku pakai buat ditulis di kaos SWS yang aku pesen di om Gin. Yah.. sayangnya aku belum sempet fotoin kaosnya. Nanti fotonya nyusul deh kalau gak males XD
Anyway, lagu If I’m James sama lagu ini ada versi akustiknya, dan SWS lebih sering bawain lagu-lagu itu dengan versi akustik. Sayang juga sih, padahal aku pingin liat versi ori yang dibawain live, soalnya tiap scream si Kellin mukanya lucu. *eh?*

I’LL TAKE YOU THERE
Lagi-lagi lagu badas macem gini yang bikin aku makin jatuh cinta sama Kellin, eh, sama SWS. Tau gak, pas pertama kenal SWS, terus aku nge-play lagu ini, aku masih belum percaya 100% kalau vokalisnya itu cowo, soalnya ini lagu duet kan, jadi aku pikir mungkin temen duetnya nih yang cewe, padahal bukan.  Temen duetnya siapa ya? Aku lupa.
Lagu ini nadanya tinggi banget! Emosional. Epic pokoknya.

ALONE (feat MGK)
Sorry, MGK di sini bukan WC ya maksudnya *itu MCK* MGK itu ada kepanjangannya tapi aku lupa, pokoknya dia semacam rapper gitu deh, bentukannya anak punk banget.*sebodo*
Intro lagu ini dibuka dengan teriakan Kellin yang bikin eargasm, tapi begitu masuk verse musiknya agak kalem. Di sini Kellin ada nge-rapnya dikit, aku sih kurang tau dia nge-beatbox apa engga, tapi aku pernah liat salah satu  video live SWS bawain lagu ini, Kellin sempet beatbox dikit sih. Kellin kan selain jago teriak juga jago banget nge-beatboxnya. Oh iya, dan lagu ini ada semacam orchestranya gitu. Keren lah!

BETTER OFF DEAD
Horror, adalah kesan pertama yang aku rasakan pas pertama denger lagu ini. Ternyata video klipnya juga horror.
Musiknya sih ringan ya, cuman aku suka aja. Paling suka sama part menjelang chorus terakhirnya waktu Kellin scream.

KICK ME
Sesuai sama judulnya, lagu ini memang ‘NENDANG’ banget!! Gak tau mau nulis yang gimana tentang lagu ini. Pokoknya kamu harus dengerin ini biar makin kecantol sama SWS. Sayangnya, lagu seenak ini durasinya cuma 2 setengah menit! Gemes, lama-lama aku kick juga nih si Kellin!
Tiga lagu energic lainnya dari SWS yang aku suka :
THE BOMB DOT COM V2
LOW
FIRE

Capek teriak-teriak terus sama lagu-lagu tadi?
Kamu butuh santai, jadi mungkin kamu bisa coba dengerin lagu-lagu SWS yang nyantai ini~
THE STRAYS
Lagunya fun, ringan, simpel, tapi tetep ada rocknya. Walaupun kesannya agak monoton tapi tetep asik buat dinikmatin, ini lagu santai SWS yang paling nge-hits.

NOVEMBER
Ini adalah salah satu lagu slownya SWS yang aku favoritin. Selow, tenang, dan entah kenapa aku dengernya agak bikin galau. (mungkin pas itu lagi baper, bapernya jadi keterusan tiap dengerin ini). Kata Kellin, lagu ini menceritakan kerinduan Kellin sama momen-momen seru yang dia lewatkan sama teman-temannya.

SAVE ME A SPARK
Lembut, tenang, dan indah. Hmm~ pokoknya suka banget deh lagu ini. Versi akustiknya juga enak loh, kemarin SWS udah rilis album live akustikan tuh.

2 CHORD
Ciiiee~ nge-romance gitu Kellin. Suara tinggi lembutnya bikin lagu ini terdengar emosional tapi syahdu. Dengan diiringi instrumen gitar akustik dan biola, jadi terdengar lebih manis dan romantiiisss.

IRIS
Udah jauh-jauh hari sebenernya aku mau bikin postingan tentang lagu Iris, karena lagu ini cukup fenomenal, banyak yang nge-cover. Ini lagu dari band jadul legendaris, The Goo Goo Dolls, dan dipake buat soundtrack film lama judulnya The City of Angel (kalau gak salah ya). Sebelum aku kenal SWS, aku udah pernah denger lagu ini, dicover sama mantan personil boyband, Ronan Keating, dan itu enak banget sumpah. Versi SWS ini ternyata lebih ngena, bikin hati meleleh. Maniiiiiiiiiisssssssss banget.
Kalau dicermati liriknya ini emang agak nusuk ya, jadi kayak nyeritain kisah cinta 2 makhluk yang gak mungkin bisa bersatu, mungkin menyesuaikan sama film City of Angel itu ya, di mana ada kisah cinta antara malaikat dan manusia.
Next time kalau gak males aku bikin postingan khusus tentang lagu ini dan beberapa versi coverannya ya, soalnya ada versi rock juga.

LET LOVE BLEED RED
Ini hampir mirip sama 2 Chord sih, ya… sama-sama manis lah.

I NEED TO KNOW
Salah satu dan sepertinya satu-satunya lagu romance yang ada di album terbaru SWS kemarin. Aku pikir tadinya gak bakal ada satu lagu pun dari album Gossip yang nyangkut di kuping aku, ternyata ada juga satu. Lumayan lah.
Eh? Ngomong-ngomong gak berasa nih udah makin malem aja. Kayaknya bentar lagi postingan ini bakalan abis. Kamu juga pasti udah ngantuk ya bacanya?
Ya udah biar gak ngantuk, nih aku tambahin beberapa lagu SWS yang gak kalah keren juga sama lagu-lagu yang udah aku bahas tadi.
  • FLY
  • FREE NOW (versi akustiknya juga enak)
  • DO IT NOW REMEMBER IT LATER
  • HEROINE
  • PARASITES
  • POSTCARDS AND POLAROIDS
  • Dan album Live & Unplugged
  • PAPER PLANES , sebenernya ini lagunya One Ok Rock, tapi duet sama Kellin. Perpaduan Taka ‘OOR’ dan Kellin menghasilkan suatu ke-EPIC-an yang HQQ.
Sebelum bener-bener abis, aku mau share dikit tentang Kellin ya.
Jadi Kellin itu selain mengagumkan dari bakat nyanyinya, dia juga mengagumkan dari sisi kebapakannya. Kellin itu hot daddy!! Dia punya seorang putri cantik bernama Copeland, usianya sekarang baru sekitar 6 atau 7 tahunan gitu. Aku suka tiap Kellin posting di instragramnya tentang kehidupannya sama Cope, mereka dekeeeet banget. Maklum ya, Kellin itu dari usia 4 tahun udah jadi anak broken home, bapaknya pergi ninggalin Kellin, emaknya, sama 4 saudaranya Kellin, jadi mungkin dia gak mau si Copeland merasakan kasih sayang yang kurang sempurna kayak apa yang pernah Kellin rasakan dulu. Duh, jadi sedih gini.
Kellin ini juga jago banget nge-beatbox. Paling suka tiap dia nge-beatbox-in themesong-nya game Mario Teguh, eh bukan, Mario Bross maksudnya. Cek aja nih videonya.
Dan kamu pasti bakalan makin kagum sama Kellin kalau liat videobeatbox-nya Kellin yang ini.

Gitu aja deh. Thanks ya udah mampir.

Friday, August 10, 2018

Ngomongin Film : CALL ME BY YOUR NAME (part 2)


Ngomongin soal Call Me by Your Name-nya belum selese. Keterkesanan ini masih berlanjut. Ahahaha…

Setelah di postingan sebelumnya aku bahas jalan cerita CMBYN, kali ini aku mau bahas soal soundtrack film, latar tempat, dan beberapa simbol di film itu yang membawa pengetahuan baru buat aku yang wawasannya sempit banget ini.

si Elio itu mukanya 'patung' banget btw.


Sebelumnya, kita udah tau ya, novel yang ditulis Andre Aciman tahun 2007 itu latar waktunya di tahun 1983. Di tahun segitu, hubungan sesama jenis di Itali udah bukan hal tabu lagi, karena di Itali hubungan sesama jenis itu statusnya udah legal sejak tahun 1890. Kaum transgender yang menjadi bagian dari singkatan LGBT mulai legal di tahun 1982. Kaum homoseksual juga boleh masuk militer, dan di Itali ada badan yang melindungi kaum LGBT dari tindak diskriminasi. (CMIIW, itu kata Wiki dengan berbagai sumber). Sementara itu, di tahun 1980-an, di Amerika malah muncul gerakan anti-gay, karena pada masa itu, munculnya virus HIV disebut-sebut sebagai hasil dari hubungan sesama jenis. Kalau fakta sejarah itu dicocoklogikan sama cerita fiksi ini, mungkin hal ini lah yang menjadi salah satu alasan Oliver kenapa waktu itu dia memutuskan buat melanjutkan hidup dengan menikah sama perempuan. Di tahun segitu budaya di Itali sama Amerika soal homoseksual sangat bertolak belakang.

Kejadulan di film ini emang berasa banget, mulai dari tempat sampe busana, terus propertinya juga, kayak telepon rumah model jadul, pemutar musik yang biasa dipakai Elio masih pakai kaset, belum lagi TV sama radio kunonya, terus sepeda kuno, mobil-mobil kuno, dan di jalanan tuh hampir gak ada motor, sekalinya nyliwer cuma vespa. Busananya juga jadul, katanya waktu jaman 80-an sih masih ngehits gaya celana pendek sama kemeja dengan kancing terbuka, kayak yang suka dipakai Oliver.

Hal unik lainnya di film adalah lalat dan peach. Seperti yang udah aku tulis sebelumnya, keberadaan lalat di beberapa scene ini menimbulkan pertanyaan. Maksudnya apa coba?
Nah, ternyata… lalat di film ini dipakai sebagai simbol. Simbol kesementaraan. Faktanya, lalat kalau didiemin di dalem rumah cuma bisa hidup selama kurang lebih 30 hari. Sangat sementara ya! Seperti kedekatan Elio dan Oliver yang gak berlangsung lama. Cuma beberapa minggu, tapi gak akan pernah terlupakan seumur hidup.
Simbol lainnya adalah buah peach, yang menjadi ‘ikon’ di film ini. Aku kira tadinya buah ini ada sangkut pautnya sama kepercayaan Yahudi (Oliver dan keluarga Elio adalah orang Yahudi), tapi ternyata enggak ada hubungannya. Berdasarkan hasil pencarian (niat bet sampe nyari. Wkwkwk…), buah peach mengandung arti kepolosan, kebijaksanaan, dan cinta. Kalau di Yunani, peach menjadi simbol pernikahan yang bahagia. Sedangkan menurut Wiki, para pelukis kuno di Eropa sering melukis peach atau menyertakan peach ke dalam lukisannya, yang melambangkan kejujuran hati. Jadi kenapa Andre Aciman sang penulis novel CMBYN memasukkan buah peach ke dalam cerita? Apakah karena buah peach itu bentuknya kayak vantat? *gak nyambung*

ya kan bentuknya kayak vantat

Sekarang ngomongin soundtracknya. Haha… Percaya gak, setelah kepincut sama Timmy dan sebelum download film-nya, aku nyoba download album soundtrack-nya dulu. Kalau lagu-lagunya kece aku baru download filmnya XD
Emmm… ya namanya juga film dengan settingan jadul ya, otomatis soundtrack-nya juga pakai lagu-lagu lawas. Lagu-lagu berbahasa Itali di album ini gak cukup menarik buat aku dengerin (mungkin kalau aku hidup di jaman 80-an aku bisa suka), soalnya musiknya jadul bet. Kalau musik intrumentalnya sih kece, itu yang mainin pianis dari Jepang, Ryuichi Sakamoto. Satu musisi paling menarik perhatianku di album ini adalah… Sufjan Stevens. Lagu-lagu lainnya di album ini lebih ke klasik, tapi 3 lagu ori yang dibawain Sufjan Sevens ini berbau nge-folk. You know I love folk music.

Mystery of Love jadi lagu andalan Sufjan Stevens di soundtrack CMBYN, lagu ini dapet nominasi sebagai soundtrack terbaik di penghargaan Oscar. Dari semua soundtrack di CMBYN, lagu ini emang paling berkesan sih. Mystery of Love ini diputer di bagian Elio sama Oliver melakukan jelajah alam sebelum Oliver pulang ke Amerika. Musiknya nge-folk, ada nuansa alamnya pula, cocok banget sama scene itu.
Di lagu ini ada bagian lirik “Like Hephaestion who died. Alexander’s lover” yang mengingatkan aku tentang hubungan salah satu tokoh dalam sejarah dunia, Alexander The Great atau Alexander Agung dengan sahabatnya, Hephaestion. Dulu aku sempet nemu tulisan yang bilang kalau Alexander the Great itu penyuka sesama jenis, tapi ada juga yang bilang kalau doi itu biseksual.

Selain Mystery of Love, lagu Sufjan Stevens berjudul Futile Devices juga enak buat dinikmatin. Lagu ini diputer waktu Oliver jaga jarak sama Elio. Oliver sendiri juga gak tau kenapa dia sempat jaga jarak begitu. *jaga jarak! Awas meledak!*
Lagu Sufjan Stevens yang jadi backsong di bagian ending film, berjudul Visions of Gideon juga cukup bikin aku penasaran. Who’s Gideon?
Dalam Alkitab dikisahkan bahwa Gideon adalah seorang pemuda Yahudi yang mendapat petunjuk dari Tuhan untuk berperang melawan bangsa Midian. Suatu ketika, malaikat Tuhan mendatangi Gideon dan mengatakan bahwa Tuhan menyertai Gideon, jadi Gideon gak perlu takut. Cuman, Gideon ini ragu-ragu sama apa yang dia alami (didatangi malaikat). Dia terus meminta jawaban tentang kebenaran penglihatannya itu.
Sepenggal lirik lagunya : “I have touched you for the last time… is it a video?” “Visions of Gideon”. Kalau dikaitkan sama lagu dan cerita di filmnya, Elio itu diibaratkan seperti Gideon, dia masih semacam gak percaya sama apa yang dia alami. Kayak yang… “Ini beneran enggak ya?” gak nyangka aja gitu, perasaan baru beberapa waktu lalu Elio menghabiskan waktu bersama Oliver, tapi hari itu dia mendapati kenyataan bahwa mereka gak bisa bersama lagi (kecuali kalau film ini ada sekuelnya). Bayangan kebersamaan sekaligus perpisahan dengan Oliver muncul. Bayangan-bayangan itu kayak video yang diputar dalam pikiran Elio.
Ah, pokoknya epic bet lah film ini! Kamu musti nonton (kecuali kamu anti-LGBT).

(update : beberapa waktu lalu aku denger kabar lagu Mystery of Love dapet penghargaan sebagai The Best Original Soundtrack)

Sufjan Stevens. Apalah arti angka dalam usia, kalau kenyataannya masih keliatan seperti BaLiTa, Bawah Limapuluh Tahun. tapi dia memang masih balita kok.


Anyway, Call Me by Your Name ini udah dapet banyak penghargaan. Film ini juga yang udah bikin nama Timothee Chalamet yang bisa dibilang masih baru di dunia perfilman jadi makin melambung tinggi, dia langsung menang banyak. Congrats, Timmy!

Terakhir, aku mau bilang, kalau kamu nemu film Call Me by Your Name dengan sub Indonesia dengan terjemahan yang baik dan benar tolong beritau aku ya XD
Ada sih, film CMBYN sub Indonesia tapi terjemahanannya gaje dan ngasal, jadi terpaksa aku harus download sub English nya. Ngomongnya pake bahasa Inggris dan tulisannya pake bahasa Inggris juga. Haha… gak apa deh, siapa tau abis nonton ini kemampuan bahasa Inggrisku jadi nambah dikit. Paling enggak nambah 2 kosakata, “Elio” dan “Oliver”. Lah anjirrrr~ XDDD

Oke deh, gitu aja. Makasih ya udah mampir.

Update :

  •  Kata Luca, CMBYN bakalan dibikin sekuel, nanti, tahun 2019.

  • Timmy ada film baru, judulnya Beautiful Boy, menceritakan tentang perjuangan seorang ayah yang ingin membebaskan anaknya (Timmy) dari jeratan narkoba. Waktu postingan ini di-update, trailernya udah ada di Yutup, tapi filmnya gak tau kapan tayang.

  •  Aku udah dapet subtitle bahasa Indonesia,  dapet dari salah satu pembaca postingan ini waktu aku masih pakai WordPress. Makasih kak ID (inisial aja, belum minta ijin ke orangnya buat ditulis nama di sini, tapi pokoknya makasih banget)

Ngomongin Film : CALL ME BY YOUR NAME (part 1)


Perhatian! Bukan untuk dikonsumsi kaum Anti-LGBT garis keras!


Hay gaes! Di postingan kali ini aku mau semacam me-review *lebih tepatnya nyepoiler* salah satu film bergenre drama terbaik tahun 2017 kemarin. Aku gak terlalu suka nonton film sih aselinya, jadi aku gak update tentang film. Film ini aku tau karena berawal dari ketidaksengajaan nemu foto aktor utamanya pas aku lagi main ke Pinterest.

Army itu ya, walaupun cuma keliatan hidungnya aja udah ketauan ganteng. Kalau si Timmy, keliatan lubang hidungnya emang udah ganteng. *eh!


“Call Me by Your Name”, melihat judulnya aku cukup tertarik, ditambah foto 2 cowo ganteng sebagai poster filmnya membuat aku berpikir bahwa ini film tentang romansa sesama sejenis. Fix!! Gak ada alasan lagi buat aku gak nonton film ini. Walaupun musti via download nontonnya XD

Banyak hal yang menarik perhatianku di film ini. Selain karena pesona Timothee Chalamet, film ini berlatar tempat di Itali, tahun 1983, dan… unsur homo-homoan menjadi daya tarik paling kuat bagi aku. Akakakak…

Diadaptasi dari novel karya Andre Aciman tahun 2007 dengan judul yang sama, film Call Me by Your Name  yang disutradarai Luca Guadagnino ini menceritakan kisah percintaan antara Elio Perlman (Timothee Chalamet) seorang anak berusia 17 tahun dengan Oliver (Armie Hammer) mahasiswa berusia 24 tahun. Ini bukan cuma soal percintaan sesama jenis, tapi hetero juga, karena Elio juga berhubungan sama pacarnya, Marzia (walaupun mereka akhirnya putus), terus unsur kekeluargaannya juga kentel. Jadi ini semacam pengalaman seksualitas (atau pencarian?) seorang remaja berusia belasan tahun.

Italy, 1983. Ceritanya, waktu itu lagi liburan musim panas. Ayahnya Elio, Mr. Perlman yang seorang professor arkeologi, mengundang salah satu mahasiswanya dari Amerika, Oliver, buat menginap di tempat tinggalnya selama liburan buat bantuin ayahnya Elio. Oliver menempati kamar yang sebelahan sama kamarnya Elio. Selama liburan, Elio menghabiskan lebih banyak waktunya buat main musik sama baca buku. Sesekali main sama pacarnya, cewek, namanya Marzia.

Dalam cerita itu, Oliver emang sosok yang menarik. Setiap orang bisa suka sama dia. Udah ganteng, body-nya perfect, jenius, periang, gampang gaul. Awalnya Elio memandang Oliver sebagai sosok yang arogan, tapi lama-lama akhirnya demen juga. Mungkin karena mereka keseringan menghabiskan waktu berdua, dan Elio pasti gak bisa menolak kesempurnaan Oliver. Aaaaakkkk~ OLIVEEEERRRRR!!! *authornya mabok*

Suatu ketika, Oliver pergi ke kantor pos sama Elio. Saat itu juga Elio mengatakan tentang perasaannya, tapi Oliver bilang seharusnya dia gak begitu.  “We just can’t”. Abis dari kantor pos mereka istirahat sebentar di bawah pohon, di rerumputan, dan di sana mereka melakukan ciuman pertamanya. Si Elionya kayak yang ngebet banget, tapi Oliver gak mau itu berlangsung lebih jauh. Mereka lalu pulang, terus makan siang sama keluarga. Di tengah makan siang itu, tau-tau Elio mimisan, terus dia meninggalkan meja makan, nyari es batu, terus duduk di pojokan. Oliver yang tau hal itu jadi ngerasa gak enak. Takutnya Elio jadi gimana gitu gara-gara minta lanjut cipokan tapi Olivernya nolak. Wkwkwk…

Singkat cerita, hubungan Elio sama Oliver jadi makin intim. Di suatu malam mereka melakukan hubungan seksual (dalam film enggak vulgar sih kalau menurutku, soalnya yang di-shoot cuma jendela kamar sama pohon). Di hubungan intim pertama mereka, (ini quote paling ikonik dalam film), Oliver bilang… “Call me by your name, and I’ll call you by mine”. Well, itu manis banget!! Lalu mereka saling memanggil satu sama lain dengan nama masing-masing. Kealayan yang manis, ya kan?

A boy fucks a peach. Di dalam novel, salah satu bagian paling mengesankan itu waktu Elio masturbasi (atau bahasa kerennya swasenggama) menggunakan buah peach. Buah peach ini memang semacam ‘trademark’-nya Call Me by Your Name. Tadinya, sang sutradara mau ngilangin bagian ini dari film, tapi kayaknya gak mungkin banget, cuman kalau difilm-in apa gak aneh gitu pikirnya? Dari interview yang pernah aku baca, Luca Guadagnino sebelum bikin film ini pernah nyoba sendiri swasenggama pakai peach, dan Luca bilang “it works!!”. Aktor utamanya, si Timmy, juga nyobain, dan berhasil. Wkwkwkwk… itu aneh, swasenggama pakai buah peach, tapi mereka berhasil. Dan akhirnya Luca memutuskan buat memasukkan bagian cerita itu ke film. Aku juga pas pertama baca plotnya ngerasa aneh gitu, emang bisa ya? Gimana caranya? Terus pas liat filmnya, wah anjir!! XD

Terus, setelah Elio swasenggama pakai peach dan klimaks, dia ketiduran. Oliver datang nyamperin terus dia tau si Elio abis ngapain. Oliver tadinya mau makan buah peach yang udah ‘terkontaminasi’ milik Elio, tapi sama Elionya gak boleh, terus Elio nangis. Besoknya Oliver mau balik ke Amerika, dan Elio gak mau Oliver pergi. Mungkin kalau buah itu beneran dimakan sama Oliver, Elio ngerasa lebih susah ngelepas Oliver karena bagian dari dirinya menjadi milik Oliver. Wah!

Orang tua Elio termasuk orang tua yang terbuka. Mereka tau hubungan Elio sama Oliver, tapi mereka gak ngelarang Elio. Justru, mereka pingin buat Elio seneng. Sebelum Oliver benar-benar pulang ke Amerika, orang tua Elio nyuruh Elio buat menghabiskan waktu selama 3 hari bersama Oliver di Roma.
Ini budaya Itali yang berbeda dengan budaya Amerika. Lewat film ini Luca mau ngasih tau bahwa orang tua di Itali itu lebih terbuka sama hal-hal yang dianggap tabu di Amerika semacam LGBT.
Di cerita itu kejadiannya tahun 1983. Kalau di tempat kita mah LGBT masih banyak yang musuhin ya, padahal ini udah tahun 2018.

Tibalah waktunya, Oliver harus pulang ke Amerika. Oliver dan Elio gak mengucapkan satu kata perpisahan pun. Mereka cuma pelukan. Speechless, tapi emosinya berasa. Sedih bet aku tu nonton scene ini. Abis itu Elio nelpon emaknya sambil nangis, minta dijemput. Di perjalanan pulang pun Elio masih nangis. Pas udah nyampe, Elio ketemu sama Marzia. Mereka udah putus sih, tapi hubungannya tetep baik, mereka jadi teman biasa sekarang. Film ini gak ada tokoh antagonisnya gaes, yang udah jadi mantan pun masih tetap berteman baik.

Next, ada scene paling menyentuh sebelum ending. Scene di mana ayahnya Elio, ngajak ngobrol Elio soal perasaannya setelah berpisah sama Oliver. Scene ini menyentuh banget, ayahnya Elio itu bijak, dialognya di film sempat jadi viral (seenggaknya di negara luar sana). Selain kata-katanya, cara penyampaiannya juga ngena banget. Bener-bener adem. Mr.Perlman gak menyudutkan anaknya karena menyukai sesama jenis, karena yang namanya perasaan itu alami. Menurut ayahnya, si Elio itu beruntung bisa merasakan pengalaman seperti itu. Setelah berpisah dari Oliver, Elio merasakan sedih, sakit hati, yaudah biarin aja, gak usah dilawan perasaan itu. Gitu katanya. Terus ayahnya juga bilang kalau beliau malah ngerasa iri sama pengalaman Elio yang gak semua orang bisa ngerasainnya.

Beberapa bulan kemudian, di musim dingin, waktu perayaan Hanukkah (perayaan di kepercayaan Yahudi tiap bulan Desember), Elio dapet telepon dari Oliver. Elio bahagia banget bisa denger suara Oliver lagi. Sayangnya kebahagiaan itu datang bersama kesedihan. Oliver memberi kabar bahwa sebentar lagi dia akan menikah, sama perempuan pilihannya setelah 2 tahun mereka berpisah. Orang tua Elio ikut bahagia denger kabar itu, walaupun ikutan sedih juga karena anak sematawayangnya pasti sakit hati. Cuman ya udah kan, mau gimana lagi?
Sebelum scene telponan itu berakhir, Elio kembali mengulang kealayan manisnya sama Oliver, saling memanggil dengan nama masing-masing. Walaupun awalnya Oliver cuma diem aja, tapi Elio terus memanggil Oliver dengan namanya sendiri, sampai Oliver membalas panggilannya dan bilang… “I remember everything”.
Abis telponan, Elio duduk depan perapian, nangis sampai pilemnya kelar.

Well, ini closing yang manis dan penuh emosi. Selama beberapa menit, kita cuma disuguhi wajah ganteng Elio dengan air mata dan ekspresi yang menyiratkan berbagai emosi. Sedih-sedih gak rela tapi gimanaaa ya. Tapi seperti yang ayahnya bilang, Elio harus bisa terima kenyataan.
Ngeliat ekspresi Elio sambil inget-inget momen kebersamaannya sama Oliver dan meresapi ceritanya aku jadi kebawa perasaan. Ditambah lagunya Sufjan Stevens berjudul Visions of Gideon yang jadi backsong buat ending filmnya. Itu lagunya ngiris-ngiris. Lirik lagunya ‘Elio banget’ XD
Wkwkwk… btw aku jadi penasaran juga sama soundtrack film ini yang dibawain Sufjan Stevens.
Dan… oh iya, closingnya cukup unik, dengan judul film yang baru nongol di ending. Terus sepanjang Elio nangis depan perapian, di belakangnya terlihat sang ibu dan asistennya sedang sibuk mempersiapkan makan malam. Ada satu hal yang dari awal cukup menimbulkan pertanyaan. Lalat!! Kemunculan lalat di beberapa scene film ini seperti menjadi sebuah simbol dalam cerita. Mulai dari Elio yang bangun pagi terus ngelamun, Elio yang pura-pura baca buku waktu Mavalda masuk ke kamar Elio, scene di mana Elio dan Oliver melakukan ciuman pertamanya di bawah pohon, terus muncul lagi di bagian apa ya? Lupa. Dan terakhir, si lalat masih eksis nampang di ending. Entah gimana caranya si lalat bisa diajak main film, bisa dengan antengnya nemplok di baju Elio selama beberapa menit. Oh iya, dan gara-gara itu, aku jadi nyari tau fakta tentang lalat. Tapi beneran, ini ada hubungannya sama film. Hubungannya apa? Next post ya! XD

What a great movie!
Ternyata gak sehomo yang aku bayangkan. Walaupun ada adegan hubungan intimnya, tapi Luca membuatnya terlihat elegan dan gak jorok. Malahan yang keliatan vulrgar tuh waktu scene Elio sama Marzia (entah kenapa, apa mentang-mentang sama cewek gitu ya jadi lebih keliatan beneran? –bias gender-). Jadi ini gak 100% gay, tapi biseksual juga. Terus unsur kekeluargaannya juga berasa benget, makanya Luca sempat bilang kalau film ini juga bisa dibilang film keluarga. Beeeh~ keren banget pokoknya Luca Guadagnino!! (belum nonton film garapan Luca lainnya sih, tapi ini udah keren parah).
Kalau dipikir-pikir sih cerita romance-nya lebih rasional ya. Oliver yang udah dewasa, jenius pula, kayaknya gak mungkin mau menghabiskan hidupnya sama anak umur 17 tahun yang masih dalam tahap berkembang. Lagian di awal Elio bilang suka, Oliver udah bilang kan kalau mereka berdua gak mungkin bisa. Selain itu juga mungkin karena perbedaan budaya. Di tahun 1983 mungkin Itali lebih welcome sama kaum LGBT, tapi di tahun segitu di Amerika masih tabu kali ya? Makanya si Oliver sempat bilang ke Elio, “You’re so lucky!”, kalau Oliver ketauan nge-gay dia bisa dikirim sama bapaknya ke penjara.

Gaes, postingannya dilanjut besok ya. Udah jam segini nih. Makasih udah mampir, besok kita main lagi ya! *apaansih*
See you~
Timothee Chalamet as Elio



pura-pura baca buku, padahal takut kepergok nyusup ke kamar Oliver


Armie Harmer as Oliver
Armie-Esther (as Marzia)-Timmy


Luca Guadagnino, sang dedengkot di balik layar XD